Senin, 08 Agustus 2016

Ekstasi Ekspetasi



            Ah, akhirnya aku kembali. Setelah mengasingkan diri dari kesunyian, tidak ada yang aku dapatkan. Hanya hingar bingar dan masih tetap sama seperti pertama kalinya aku datang. Tidak ada yang berubah, kecuali waktu yang dengan angkuhnya terus menerus berjalan maju. Tidak, tidak bisa! Tidak akan pernah bisa kita mengembalikan waktu, kita tidak sehebat dia yang memiliki kuasa setara dengan semesta. Padahal, bermain dengan waktu akan sangat mengasyikan. Andai kata, ku ciptakan mesin waktu, aku akan menjadi yang abadi. Bahkan lebih abadi dari kemewaktuan itu sendiri, dan aku tidak pernah hanyut di dalamnya. Berjalan beriringan dan tepat satu ketukan sebelum mati, cahaya itu melesat sepersekian detik.
            Cahaya apa itu? Cahaya kehidupan kah? Atau hanya cahaya ekstasi ekspetasi kita? Salah satu candu paling mematikan yang pernah aku temui, ekspetasi namanya. Lahir di setiap penjuru muka bumi, ada di setiap urat nadi manusia, bersinergi di setiap hembus nafas kehidupan. Ekstasi yang tidak akan pernah dilarang oleh siapapun, karena ekstasi itu gratis! Kau hanya perlu memiliki keberanian, untuk berkenalan dengan ekstasi tersebut. Tidak ada satu pun penguasa yang akan melarang, bahkan menghanguskan ekstasi tersebut. Karena para penguasa di penjuru dunia pun sudah hanyut di dalam ekstasi yang memberikan kepastian semua akan kekhawatiran manusia mengenai eksistensinya.
            Mungkin hanya ada segelintir manusia, bisa jadi tidak lebih dari sepuluh, yang sadar dan tahu tentang bahaya dari ekstasi ekspetasi. Ah tapi sudahlah, semua manusia juga sepertinya terlihat baik-baik saja menikmati ekstasi gratis tersebut. Biarkan mereka melayang, jauh terbang di udara. Sampai pada akhirnya mereka sadar bahwa gravitasi akan sesegera mungkin menjatuhkan mereka, kembali ke bumi. Dan pastilah, pasti. Mereka akan tetap mengulang hal yang sama, sampai pada akhirnya diyakini bahwa akan ada sesosok siapapun itu yang datang untuk menyelamatkan umat manusia dari candu bernama ekspetasi.
            Banyak sekali dari mereka, yang menyarankanku agar segera menikmati ekstasi tersebut. Tapi tidak, tidak bahkan sekalipun tidak. Mesikpun mereka beralasan bahwa ekstasi tersebut adalah sebuah paket yang dikirimkan bersama dengan keterlemparan kita. Lalu begitu kah kita sebagai manusia? Hanya menerima segala hal yang ada, sampai kita lupa bahwa meninjau kembali sebuah nilai bukanlah suatu kesalahan atau dosa yang lebih kejam daripada dosa asal kita sebagai manusia! Dosa yang diyakini sebagai asal muasal keterlemparan kita ke dalam dunia ini, lalu singkat cerita dikirimlah sebuah ekstasi bernama ekspetasi untuk membuat kita agar tetap bertahan hidup.
            Ah sayang sekali, sepertinya aku masih berada di dalam ruang candu. Tentu bukan ekspetasi, hanya candu yang menyebabkan ketersesatan. Candu tanpa merk dagang.. Tapi sayangnya aku sudah semakin tinggi, tidak lagi terkejar dan hanya menunggu kapan waktu yang tepat untuk terjun bebas menuju palung terdalam kehidupan… Untuk yang kesekian kalinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar