Minggu, 03 September 2017

Komunikasi Komposisi

            Seperti biasa, di sebuah cafĂ©, aku duduk menanti dan sendiri. Menantikan sebuah cerita yang akan dikisahkan oleh secangkir kopi, kemudian sendiri melanjutkan kehidupan. Disekitarku, sepertinya hanya aku seorang yang duduk sendirian. Mereka bercengkerama, lewat tulisan yang entah dikirim kemana, atau mungkin dengan menggunakan telepati, entahlah aku tidak tahu bagaimana cara mereka berkomunikasi. Cara mereka berkelompok pun bermacam-macam, ada yang melingkar, duduk bersebelahan, saling berhadapan atau dipisahkan oleh jarak dan waktu. Ya, masing-masing dari mereka memiliki caranya sendiri untuk berkomunikasi, baik dengan sebuah benda kotak persegi kecil, seekor mamalia yang dapat berpikir, ataupun dengan apa saja yang mereka ingin ajak untuk berkomunikasi.

            Disini, aku mencoba untuk berkomunikasi dengan secangkir kopi. Sebut saja namanya Elisa, dia adalah secangkir Caffe Latte yang dibuat dengan sepenuh hati. Jika aku tidak salah, susu dan kopi adalah partikel utama yang melahirkan Elisa, lebih tepatnya sepertiga espresso dan dua pertiga susu panas. Komposisi yang cukup menarik, lantas bagaimana dengan seekor mamalia yang dapat berpikir? Apa saja komposisinya? Entahlah, aku bukan lah seorang barista atau sebuah perangkat yang dapat mereproduksi mamalia tersebut. Tapi dari yang aku ketahui selama ini, mereka terbentuk dari setengah perjalanan, seperempat harapan, dan seperempatnya lagi penyesalan,

            Manusia hanya terdiri dari setengah perjalanan, setengahnya lagi adalah harapan dan penyesalan. Perjalanan tersebut adalah sesuatu yang harus dilengkapi, oleh karena itu hadir lah sebuah harapan dan penyesalan untuk melengkapi sebuah perjalanan yang tidak akan pernah bisa mereka selesaikan tanpa kedua komposisi bernama harapan dan penyesalan. Komposisi pertama adalah perjalanan, di dalam perjalanan tersebut ada jutaan partikel yang harus bertemu dengan sebuah partikel yang akan melahirkan seekor mamalia yang dapat berpikir. Di dalam prosesnya, ada harapan dan penyesalan yang muncul secara bersamaan, tapi sepertinya penyesalan ada terlebih dahulu, kemudian di susul oleh harapan setelah beberapa saat hadir sebuah kesadaran atas suatu hal.

            Di dalam perjalanan takdirnya, seekor mamalia tersebut biasanya paling sering bertemu dengan harapan dan penyesalan, dua komposisi yang pada awalnya melahirkan mereka. Kemudian kedua hal tersebut saling berkontestasi di dalam kompleksitas kehidupan dan menjadikan mamalia tersebut lambat laun habis, seperti kopi yang perlahan diminum, sedikit demi sedikit. Ketika pertama kali dilahirkan, mamalia tersebut sangat panas seperti kopi, lalu setelah sekian lama menjalani takdirnya untuk dinikmati oleh kehidupan, mamalia tersebut menjadi dingin, lagi-lagi sama seperti kopi. Kemudian setelah sekian lama kehidupan menikmatinya, ada saat dimana mamalia itu harus segera dihabiskan seperti hal nya kopi, entah karena alasan sudah terlalu lama atau memang karena sedang terburu-buru. Tapi bagaimana jika si penikmat kopi sedang tidak ingin menghabiskan kopinya? Tentu saja akan dibuang, atau mungkin diminum oleh penikmat yang lain. Kita tidak akan pernah tahu jika tidak bertanya, karena kopi dan penikmatnya adalah sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Lalu baristanya? Ya, anggap saja peran tambahan yang sesungguhnya penting, tetapi seringkali dilupakan.

            Apa yang membedakan kopi dan mamalia diatas? Mereka sama-sama diciptakan, memiliki komposisi dan punya cara yang hampir sama untuk menjalani takdirnya. Pada akhirnya, yang membedakan hanyalah sebuah ketidakjelasan akan tulisan ini, karena kehabisan ide.



Sekian~

Jumat, 01 September 2017

Sebuah Permainan, Kehidupan dan Kekalahan

Seorang lelaki, yang memiliki banyak hal untuk dilakukan.

Baginya, hidup itu adalah sebuah kesia-siaan, tetapi hal tersebut bukan berarti menjadikan dirinya seorang nihilis, absurdis ataupus fatalis. Kehidupan, baginya hanyalah sebuah wahana permainan, dimana ada awal dan akhir. Di dalam permainan tersebut, tersedia banyak sekali pilihan dan cara untuk mengakhirinya, tetapi untuk memulainya hanya dapat dilakukan dengan cara merangkak keluar dari Rahim seorang manusia, permainan tersebut bernama “Kehidupan”. Benar sekali, namanya kehidupan, sebuah permainan yang hanya dapat dilakukan satu kali saja, apabila kehilangan kesadaran untuk selamanya, maka dianggap kalah. Permasalahannya adalah, di dalam permainan tersebut tidak ada kesadaran yang abadi, jadi mau tidak mau permainan tersebut hanya akan berakhir pada sebuah kekalahan. Lalu bagaimana cara memenangkan permainan tersebut? Tidak ada, siapa pun yang bermainan permainan tersebut memang ditakdirkan untuk kalah. Sesungguhnya, permainan tersebut hanyalah sebuah wahana bagi para manusia untuk menunda atau sekedar menunggu kematiannya.
Jadi, kalau begitu mati saja! Lebih cepat, lebih baik. Apakah seperti itu, cara seorang lelaki tersebut harus menyelesaikan permainannya dengan kekalahan? Baiklah, memang pada akhirnya kalah, tetapi lelaki tersebut justru sama sekali tidak menggubris soal menang dan kalah. Bagi dia, permainan tersebut hanyalah soal memilih dan memaksimalkan. Memilih sebuah perjalanan dan memaksimalkannya, pun dengan memilih sebuah cara untuk kalah dan memaksimalkannya, menarik bukan? Kapan lagi, kekalahan menjadi sesuatu yang dianggap keren bagi manusia. Kekalahan selalu memiliki sebuah makna yang buruk, dan sebisa mungkin harus dihindari. Sedangkan, kehidupan hanyalah sebuah kamuflase dari kekalahan manusia. Jadi, apakah manusia pada dasarnya hidup di dalam sebuah permainan yang sesungguhnya sedang membohongi dirinya sendiri? Ya, itu tergantung bagaimana mereka memilih dan memaksimalkan wahana kehidupan yang ada di depan mata mereka.
Apakah kita akan membicarakan siapa yang menciptakan permainan tersebut? Tidak, itu pembahasan yang sangat konservatif dan menjurus pada sebuah pilihan yang membantu para manusia untuk saling membunuh satu sama lain, memilih sebuah cara untuk mengakhiri permainannya dengan kekalahan yang cukup tragis. Jadi apa hal menarik yang akan dibahas di dalam permainan tersebut? Entahlah, kalian piker saja sendiri, sembari melihat kedua telapak tangan kalian, sembari memikirkan “Apakah saya benar-benar hidup?”. Ya, bisa jadi kita lupa, bahwa sebenarnya kita ini hidup atau sekedar berpura-pura hidup.
Nah, di dalam wahana, permainan dan pilihan hidupnya, seorang lelaki tersebut memiliki banyak hal untuk dilakukan. Kenapa dia memiliki banyak hal untuk dilakukan? Agar kesempatan untuk bermain di dalam permainan yang bisa dilakukan hanya sekali saja, dapat dia maksimalkan. Karena baginya, kehidupan bukan soal bagaimana kita mengakhirnya, tetapi soal bagaiman kita dapat berproses di dalamnya. Bertemu dengan jalan pintas, rintangan, sesuatu yang absurd, sesuatu yang konkrit, bonus, kesialan dan apapun itu yang terlalu kompleks untuk dijelaskan.

Terima kasih~

*Sebuah tulisan, yang saya dedikasikan untuk kesadaran dan keberanian saya di dalam memilih, untuk tetap hidup.