Sabtu, 31 Desember 2016

Menyambut Perayaan

Ya, mereka semua berjalan beriringan. Menyambut pergantian tahun, sebuah perayaan yang diulang dan terus menerus diulang. Padahal hari ini adalah sabtu dan esoknya minggu, lalu kenapa? Manusia memang suka merayakan banyak hal, entah apapun bagi mereka yang dirasa perlu untuk dirayakan. Bentuk perayaan mereka pun sangat bervariasi, dan aku berani bertaruh bahwa manusia adalah makhluk yang paling kreatif, ya setidaknya jika dibandingkan dengan binatang. Hehehe..
Jadi malam ini beberapa temanku ada yang berencana untuk merayakan pergantian tahun di tengah hingar bingar, adapula yang memilih untuk terasingkan jauh dari peradaban. Semua hanya soal selera, seperti halnya pilihan.. Perjalan yang cukup panjang dan melelahkan, aku banyak belajar mengenai arti kata pilihan. Secara singkat, begitulah enambelas mengemasku, terima kasih!

Jadi bagaimana kabarmu di Taman Olio, Helena?

Kamis, 29 Desember 2016

Erik & Helena : Skenario Akhir Desember

"Ah hujannya sudah berhenti." Begitu kata Erik sembari menyalakan rokoknya dan melihat keluar jendela. "Aku baru ingat bahwa pagi ini adalah akhir dari sebuah desember, bukan kah begitu Helena?" Helena masih tertidur pulas di kasurnya sembari mengenakan selimut dan topi natal. Malam hari sebelumnya, sepasang manusia yang terjebak di dalam kemewaktuan tersebut merayakan sebuah perayaan atas ketiadaan. Ketiadaan kemanusiaan, lebih tepatnya sekumpulan manusia yang menuhankan modernisme.
"Lihat lah betapa bodohnya mereka Helena, terjebak di dalam rutinitas dan terus-menerus melakukan sesuatu yang selalu diulang-ulang. Memulai pagi, melaksanakan siang dan mengakhiri malam. Apa mereka tidak bosan?" Sesekali Erik hisap rokoknya, sembari melihat orang-orang di kerumunan melalui kaca jendelanya yang berembun.
Dari kaca jendela tersebut dia melihat banyak sekali manusia dengan berbagai kegiatan dan jati diri. Ada seorang parlente mengenakan busana super mewah dan berjalan layaknya manusia maha oke, menyisir rambutnya yang klimis dan sesekali ia curi-curi pandang terhadap gadis-gadis muda disekitarnya. Kemudian ada beberapa anak kecil yang saling berkejaran, entah apa yang sedang mereka mainkan, tapi itu terlihat sangat membahagiakan, hal yang sudah lama tidak dirasakan oleh Erik. Ada pula kakek tua renta yang berjalan lemah di pergumulan para manusia dan rutinitasnya, ia berjalan tertatih-tatih berjuang agar dapat segera keluar dari kerumunan yang semakin menggila tersebut.
"Ah, manusia, kehidupan dan lagi-lagi permenungan. Menyebalkan!" Ucap Erik sambil sedikit berteriak. Teriakan tersebutlah yang membangunkan Helena dari tidur panjangnya. "Ada apa Erik? Kenapa kau berteriak? Ah sudah pagi lagi ternyata.." Erik menengok ke arah Helena yang sedang mengenakan kacamata. "Oh kau sudah bangun, selamat pagi! Aku hanya sedang memikirkan sesuatu Helena, ketika melihat banyak hal dari balik jendela pagi ini."
"Apa yang sedang kau pikirkan? Sepertinya akan menjadi sebuah obrolan menarik." Tanya Helena.
"Apa yang sebenarnya mereka cari?" 
"Siapa maksudmu, Erik?" Helena yang baru saja terbangun menguap.
"Manusia, lantas apa yang sebenarnya mereka cari?" Tanya Erik kepada Helena.
"Oh, lagi-lagi manusia ya."
"Cukup mengganggu bukan?"
"Ya begitulah."
"Apakah akan selalu begini Helena? Akhir dari sebuah Desember." Erik mematikan rokoknya, kemudian meletakannya di asbak.
"Banyak hal-hal yang sesungguhnya tersirat Erik, mereka bersembunyi seperti perdebatan Eksistensi dan Esensi, kau tidak akan bisa mengetahui semua hal. Terkadang, sesekali lakukan hal-hal yang berkebalikan. Cobalah untuk berpikir menggunakan hati, lalu sebaliknya." Helena masih terbaring di kasurnya, menggunakan selimut dan topi natal.
"Seperti halnya obrolan ketika, bukan kah hidup hanyalah sebuah skenario? Jikalau begitu maka si penulis juga turut serta menyembunyikan sesuatu? Apakah seperti itu Helena?"
"Ya begitulah, penulis yang menceritakan kisah kita berdua pun sedang berpikir keras Erik, bagaimana dia dapat menyembunyikan sesuatu yang selayaknya disembunyikan."
"Apakah dia akan tetap berusaha untuk melanjutkan ceritanya? Sembari memikirkan hal-hal tersirat yang harus disembunyikan kembali?" Erik kembali melihat ke arah jendela, melihat kerumunan yang semakin penuh sesak.
Helena mencoba bangun dari kasurnya, sembari digulung oleh selimut, topi natal di kepalanya pun belum terlepas. "Pertanyaanmu itu, seperti hal nya kapan kita akan mati? Manusia mana yang mampu menjawabnya? Sepertinya tidak ada Erik." Setelah sepersekian detik Helena bangkit, terdengar suara tembakan pistol sebanyak enam kali. Kemudian suasana di kamar itu seketika menjadi hening, hanya lagu-lagu milik George Ezra yang masih bersenandung pagi itu dan Budapest menjadi saksi keheningan di sepersekian detik terakhir... Apakah ada yang kurang?