Kamis, 10 November 2016

Payung-Payung Keniscayaan




Ah kenapa musiknya berhenti? Menyebalkan!
Aku sangat membenci hujan yang tidak bersenggama,
Dengan alunan melodi keputusasaan.
Rintihan butir kerinduan hanya akan menjadi kesia-siaan belaka,
Bilamana pada akhirnya memang dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.


Untuk sekedar jatuh,
Menghujam ke tanah,
Lalu berdarah,
Di hadapan payung-payung kematian,
Aku bersaksi,
Bahwa langit adalah sepersekian dari rasa rinduku padamu,
Wahai kau partikel yang menjadi manifestasi atas ketiadaan.


Lalu seperti biasa mengenai sepersekian detik,
Hujan pun berhenti,
Kemudian payung-payung keniscayaan mulai menghilang,
Dan aku kembali lagi terjebak di dalam hingar bingar samar.
Melihat setetes demi setetes ketakutan,
Jatuh dari langit-langit rumah tua itu,
Perlahan seperti pemakaman yang tak kunjung juga ku dapatkan.
Maka berlarilah aku menuju taman Olio,


Mengambil sekuntum harapan,
Atas kehidupan yang sebenarnya tidak pernah ada.