Kamis, 09 Desember 2021

Tentang Masa-Masa Yang Mewaktu, Tentang Orang-Orang Yang Datang Dan Pergi.

Pada suatu malam cerah, langit-langit di selatan Yogyakarta memperlihatkan banyak sekali bintang-bintang bertebaran. Bulan malam itu juga bersinar cukup terang, menyinari malam kami berdua berbincang tentang kehidupan di sebuah gereja tua yang cukup jauh dari pusat kota. Perbincangan malam itu membahas banyak sekali tentang masa lalu, dosa dan penyesalan yang terbungkus rapi dalam sebuah analogi-analogi kehidupan. Entah setan apa yang merasukiku malam itu, tiba-tiba saja aku menceritakan beberapa hal kepada perempuan tersebut.

Namanya Ghinaya, dia seorang wanita yang tentu saja baik, toleran dan begitu menyenangkan ketika diajak berbincang. Entah apapun topiknya, segala sesuatu hal yang kami bicarakan menjadi begitu menarik dan asik. Ghina adalah seseorang yang selalu berhasil membawa perbincangan kami ke arah yang lebih komunikatif dan tak jarang muncul berbagai macam "pencerahan" yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehku. Bahkan pernah suatu ketika kami membicarakan berbagai macam perihal kehidupan dari matahari terbenam hingga terbit kembali dan waktu terasa begitu singkat.

Perbincangan malam itu terasa seperti pengakuan dosa bagiku. Begitu banyak hal-hal yang ku ceritakan kepadanya dan 90% dari pembicaraan tersebut adalah mengenai penyesalanku di masa lampau sebagai seorang manusia yang sudah mengudara di dunia ini selama 23 tahun. Meski aku menyampaikan dengan sangat tersirat, aku berani bertaruh bahwa Ghina sepertinya memahami betul hal-hal tersebut secara tersurat. Ketika pengakuan dosa tersebut selesai, malam itu terasa begitu asing karena seakan-akan waktu berhenti sejenak untuk beberapa saat. 

-----

Sering sekali kami menghabiskan waktu bersama di sebuah gereja tua dan tempat peziarahan. Membicarakan permasalahan hidup, ketidakyakinan terhadap apa yang sedang diyakini dan hal-hal apa saja yang memang seringnya dibahas di seperempat malam. Meski gereja bukanlah tempatnya beribadah, tetapi dia sangat senang dan tenang ketika menghabiskan waktunya di sana. Dia adalah wanita yang sangat toleran, melihat segala macam perbedaan untuk memahami, bukan menghakimi.

Menuju ke selatan, malam yang panjang dan perapian yang menyala setiap beberapa menit sekali adalah makanan kami sehari-hari ketika bertemu. Dari sekian banyak pertemuan, kami selalu memilih untuk pergi ke selatan Yogyakarta. Dari 24 jam yang ada di muka bumi ini, kami hanya memiliki malam hari untuk berbincang dan dari berbagai macam jenis kenikmatan duniawi, kami hanya memilih perapian yang menyala untuk dinikmati. Ketiga hal tersebut adalah sesuatu hal yang mungkin cukup membekas apabila mengingat nama Ghina.

-----

Singkatnya, tulisan ini adalah sebuah hutang seorang teman yang seharusnya sudah dibayar sejak setahun yang lalu, tetapi orang tersebut memilih melunasinya ketika salah satu dari mereka akan meninggalkan Yogyakarta untuk melanjutkan kehidupan di luar sana. 

Jika ada orang yang bertanya siapa itu Ghinaya, bagiku dia adalah teman yang baik. Kata "baik" bagiku sudah sangat cukup untuk menjelaskan tentang siapa wanita tersebut dan kata tersebut tidak perlu dipoles terlalu berlebihan, biarkan saja itu melekat di dalam tulisan ini.

Ditulis sejujur-jujurnya,

Krunk.


"Tentang masa-masa yang mewaktu,

Tentang orang-orang yang datang dan pergi."