Selasa, 06 Maret 2018

Identitas Manusia Hanya Sebatas Kebenaran


            Aku berdiri diantara dua lautan yang akan saling bertabrakan, laut disebelah kiri ku bernafaskan kebenaran, sedangkan laut disebelah kanan ku juga bernafaskan kebenaran. Apakah ada yang salah? Apakah kalian berharap bahwa laut yang satunya adalah yang bernafaskan kesalahan? Kenapa ujung-ujungnya membosankan seperti itu? Apakah kita tidak akan mencoba berpikir lebih jauh lagi? Mengambil sudut pandang yang lebih tinggi, melihat kebawah, bahwa keduanya adalah laut yang sama. Hanya dipisahkan oleh sekat, bernama kompleksitas relativitas.

            Berbicara soal benar dan salah, menyebalkan! Itu hanya soal relativitas, menyebalkannya lagi sangat kompleks untuk dipahami. Mengapa bisa begitu? Karena manusia terjebak di dalam dirinya sendiri, dia membangun kebenarannya, dia membangun senjatanya, dia membangun harga dirinya, dia membangun identitasnya. Mudahnya, identitas yang dimiliki oleh seorang manusia adalah kebenaran. Hal tersebut merupakan simplifikasi dari suku, agama, ras, golongan, ideologi dan sebagainya.

            Jika identitas manusia adalah kebenaran, maka mereka akan selalu berperang satu sama lain, meskipun sama identitasnya, tapi kebenaran itu adalah sesuatu yang berbeda-beda. Apakah itu menjadi masalah? Sepertinya begitu. Karena kebenaran diproduksi oleh mesin kompleks bernama manusia, didalamnya banyak sekali faktor pembeda seperti sejarah, kelas sosial dan keadaan sosialnya. Menyebalkan, jika melihat orang-orang saling berkontestasi untuk menjadi yang paling benar. Karena kebenaran itu relatif, selalu berubah mengikuti konteks, dasar logika bahkan egoisme manusia.

            Daripada meributkan identitas kebenaran kita, kenapa tidak saling mengingatkan bahwa identitas dasar kita adalah sama, manusia. Apakah itu terlalu sulit?