Jumat, 03 Juni 2016

Dari Tak Berujungnya Waktu



Bunga dan Air Mata

Dan yang untuk kesekian kalinya
Untuk malam yang semakin mencekam
Bersama hadirnya bulan dan bintang-gemintag
Sebagai tanda sebuah perpisahan
Bukanlah sebuah puisi manis ku persembahkan
Bahkan kata-kata yang dirangkai layaknya kado kelahiran.
Tidak untuk sebuah keindahan, mati sudah kerepotan
Dengan segala hingar binger mamalia banal
Bernama manusia.

Mengada di dalam kemewaktuan
Menjadikan perubahan semakin menjadi-jadi
Apalagi yang akan berubah?
Bukan kah kita tidak siap untuk selalu berputar?
Di dalam roda bernama kehidupan
Di ujung tertinggi mereka berlomba-lomba
Menyaksikan pemandangan terbaik sepanjang masa
Tentang manusia-manusia lain yang saling berjibaku
Hanya untuk sekedar melihat diri mereka
Dari ujung teratas kehidupan
Kemudian komedi kemanusiaan layak untuk ditertawakan
Tidak terbatas episodenya, sesuka hati
Tapi sayangnya hati sudah menjadi antipati
Jadi jangan pernah menunggu epilognya.

Lalu dimana Bunga yang aku janjikan?
Serta dengan air mata yang aku persembahkan?
Tidak untuk manusia-manusia seperti kita.
Aku menyimpannya di dalam sebuah kotak
Kemudian ku terbangkan bersama nafas kehidupan
Pergi, semakin menjauh, jauh dan jauhnya tidak terhingga
Tapi sejauh rasionalitas kita terjaga
Kotak itu jatuh, ke tangan para tirani
Bukan sebatas kekuasaan saja
Lebih dari itu, hal-hal yang tidak pernah kita sadari
Namun kita selalu menolaknya
Hanya dapat kita temukan, setelah kotak itu meledak
Sebentar lagi, mungkin sepersekian detik cukup
Untuk melihat umat manusia menghitung mundur
Sebuah dekonstruksi massal.

Dirayakanlah sebuah perayaan tanpa makna
Untuk memenuhi nilai lebih, ini dan itu
Tidak ada bunga dan air mata
Semua sudah berganti, dan akan terus berganti
Mereka bersorak-sorai, diujung kecepatan peradaban
Semakin menjadi-jadi, cepatnya tanpa kuasa
Lalu mereka berteriak kegirangan
Semacam sirkus yang mempertontonkan adrenalin
Dan semuanya menyaksikan pertunjukan itu
Gratis, tanpa dipungut biaya apapun
Tapi dengan syarat, yaitu ketidaktetapan
Dan apalagi yang mereka tunggu, sesegera mungkin
Mereka masuk di dalam karnaval tanpa sirkus
Tapi mereka tetap bersorak-sorai dengan kebaruan itu
Relativitas semakin menari-nari bersama manusia.

Untuk apalagi keberadaan kita dipertanyakan?
Jangan! Tidak usah!
Cukup sudah, berhenti saja.
Terdengar suara tangisan dari kotak tersebut
Sebentar lagi akan meledak
Sebaiknya berdoa saja, kepada hal-hal yang kamu percayai
Agar tidak ada satu bunga pun yang menyentuh jantungmu
Atau setetes air mata yang bersapaan dengan kepalamu
Untuk hati yang sudah tidak seharum bunga di taman
Untuk otak yang sudah tidak sejernih oase di gurun
Kita masih dan tetap akan menjadi satu per nol.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar