Rabu, 15 Juni 2016

Sang Penakluk Kehidupan



            Dan kini aku tidak perlu repot-repot lagi untuk berjuang. Aku telah mati ditelan peradaban yang mengatasnamakan manusia. Tubuh ini hanyalah sebuah daging yang mampu berjalan kesana-kemari dan sangat disayangkan, tidak bisa lagi merasakan birahi. Nafsu sudah mengudara bersama roket kebencian umat manusia yang menuju jagad raya luas tak terbatas. Kini tinggal seonggok daging, bahka tanpa sebuah nurani untuk memilih dan berinisiatif. Sedangkan logika sudah terpenjarakan didalam keseragaman umat manusia, universal adalah sebuah keharusan. Kau akan mati apabila menjadi beda! Semua yang bergerak dibawah matahari sudah diatur sedmikian rupa. Celakalah kita!
            Kita terus-menerus mengada, padahal keberadaan kita seharusnya dipertanyakan. Apakah benar-benar diri kita ini memang berada di dalam ruang bernama kehidupan beserta kompleksitasnya? Lantas kau sedang memulai perjalananmu menuju dimensi tak berhingga dan kau akan mati kelelahan karena tidak mampu menjawab segala pertanyaan hidup ini. Sekarang yang bisa kau lakukan hanyalah diam, menunggu kematian dan menyambutnya dengan bahagia. Percayalah bahwa manusia tidak selamanya benar dan manusia tidak selamanya salah, apa maksudnya? Gunakan rasionalitas kalian untuk menjawabnya!
            Hanya terkadang, ingat untuk kesekian kalinya bahwa ini hanya terkadang. Aku membenci kehidupan ini, khusunya manusia dan peradaban. Kalian adalah ciptaan yang mencipta budak namun diperperbudak dan  pembunuh yang pada akhirnya terbunuh. Tragis sekali tragedi yang di sebut dengan kehidupan ini. Sampai-sampai aku tidak tahu lagi dengan apa yang akan aku tulis. Pergilah menuju langit tak bertuan, disana akan banyak burung-burung menyambut kekejaman kita sebagai sang penakluk kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar