Minggu, 02 Juli 2017

Half-Life Project! #1


Hari pertama di bulan Juli, 2017

Tentang Keterlemparan

Pagi itu aku terbangun, lebih jelasnya kesiangan. Tapi aku masih menganggap bahwa itu pagi, ah masa bodoh siapa yang akan peduli itu pagi, siang, sore ataupun malam. Intinya adalah, hari itu adalah hari pertama di bulan julia dan aku melakukan hal-hal yang sangat tidak jelas. Seharusnya Juli menjadi bulan yang paling hebat, karena aku akan mendapatkan banyak hal dari bulan tersebut. Mulai dari pengalaman, cerita dan masih banyak lagi yang dapt ku jadikan pembelajaran di dalam keterlemparanku atas hidup ini.

Seharusnya pagi itu aku menghadiri sebuah acara, tapi apa daya, kelelahan fisik ternyata memang tidak bisa lagi ditolerir. Tidak seperti batin, yang dapat kita tolerir hingga tak terbatas. Selama kita hidup di dunia ini, seringkali terjadi pergolakan batin, entah apapun narasinya, tetapi selalu saja masalah batin selalu dapat mudah dikendalikan daripada hal-hal yang menyangkut fisik. Manusia memang cukup aneh, mereka dapat menahan kesedihan, kekecewaan dan keputusasaan. Tapi mereka tidak bisa menahan suatu habitus bernama “ngantuk”. Lalu tertidur lah mereka secara pulas.

Pada siang hari, aku tidak melakukan apa-apa, benar-benar tidak melakukan apa-apa. Biasanya aku akan memikirkan banyak hal tentang hidup ini, mulai dari perkara sosial, gaya hidup dan apapun yang layak untuk dipikirkan termasuk cinta. Tapi untuk cinta mungkin tidak akan dibahas dalam tulisan kali ini. Tidak melakukan apa-apa itu benar-benar seru sekali! Benar-benar tidak melakukan apa-apa kecuali bernafas.

Pada sore harinya, ada sebuah pesan dari seorang teman yang melakukan kebodohan, dia pulang ke Yogyakarta membawa oleh-oleh yang cukup banyak, tapi koper dan tasnya ketinggalan di bandara. Benar-benar bodoh.. Kebodohan tersebut menyebabkan akhir pekanku harus berakhir disebuah rumah yang dapat dikatakan markas dalam rangka menyambut mahasiswa baru. Ya, dia hanya membawa handphone dan dompet, kunci tempat tinggalnya ada di dalam koper yang tertinggal di bandara dan harus menunggu 1x24 jam pengiriman dari bandara tersebut ke Yogyakarta. Jadi aku menemaninya di akhir pekan yang seharusnya ku habiskan untuk mengitari Yogyakarta, sebuah rencana yang gagal untuk kesekian kalinya.

Malamnya, aku hanya menghabiskan perapian dan duduk manis di ruang tamu. Melihat perlahan perapian menuju kematian, melihat sebuah ruang yang sepi, melihat hidup yang penuh dengan intepretasi.  Akhirnya aku memikirkan sesuatu hal yang begitu absurd, lebih absurd dari biasanya dan sepertinya memang tidak layak untuk dikisahkan, seperti halnya penantian. Hahahaha

 

Jadi apa inti dari tulisan ini? Tidak ada..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar