Ah, akhirnya aku kembali. Setelah
mengasingkan diri dari kesunyian, tidak ada yang aku dapatkan. Hanya hingar bingar
dan masih tetap sama seperti pertama kalinya aku datang. Tidak ada yang
berubah, kecuali waktu yang dengan angkuhnya terus menerus berjalan maju.
Tidak, tidak bisa! Tidak akan pernah bisa kita mengembalikan waktu, kita tidak
sehebat dia yang memiliki kuasa setara dengan semesta. Padahal, bermain dengan
waktu akan sangat mengasyikan. Andai kata, ku ciptakan mesin waktu, aku akan menjadi
yang abadi. Bahkan lebih abadi dari kemewaktuan itu sendiri, dan aku tidak
pernah hanyut di dalamnya. Berjalan beriringan dan tepat satu ketukan sebelum
mati, cahaya itu melesat sepersekian detik.
Cahaya apa itu? Cahaya kehidupan
kah? Atau hanya cahaya ekstasi ekspetasi kita? Salah satu candu paling
mematikan yang pernah aku temui, ekspetasi namanya. Lahir di setiap penjuru
muka bumi, ada di setiap urat nadi manusia, bersinergi di setiap hembus nafas
kehidupan. Ekstasi yang tidak akan pernah dilarang oleh siapapun, karena
ekstasi itu gratis! Kau hanya perlu memiliki keberanian, untuk berkenalan
dengan ekstasi tersebut. Tidak ada satu pun penguasa yang akan melarang, bahkan
menghanguskan ekstasi tersebut. Karena para penguasa di penjuru dunia pun sudah
hanyut di dalam ekstasi yang memberikan kepastian semua akan kekhawatiran
manusia mengenai eksistensinya.
Mungkin hanya ada segelintir
manusia, bisa jadi tidak lebih dari sepuluh, yang sadar dan tahu tentang bahaya
dari ekstasi ekspetasi. Ah tapi sudahlah, semua manusia juga sepertinya
terlihat baik-baik saja menikmati ekstasi gratis tersebut. Biarkan mereka
melayang, jauh terbang di udara. Sampai pada akhirnya mereka sadar bahwa
gravitasi akan sesegera mungkin menjatuhkan mereka, kembali ke bumi. Dan
pastilah, pasti. Mereka akan tetap mengulang hal yang sama, sampai pada
akhirnya diyakini bahwa akan ada sesosok siapapun itu yang datang untuk menyelamatkan
umat manusia dari candu bernama ekspetasi.
Banyak sekali dari mereka, yang
menyarankanku agar segera menikmati ekstasi tersebut. Tapi tidak, tidak bahkan
sekalipun tidak. Mesikpun mereka beralasan bahwa ekstasi tersebut adalah sebuah
paket yang dikirimkan bersama dengan keterlemparan kita. Lalu begitu kah kita
sebagai manusia? Hanya menerima segala hal yang ada, sampai kita lupa bahwa
meninjau kembali sebuah nilai bukanlah suatu kesalahan atau dosa yang lebih
kejam daripada dosa asal kita sebagai manusia! Dosa yang diyakini sebagai asal
muasal keterlemparan kita ke dalam dunia ini, lalu singkat cerita dikirimlah
sebuah ekstasi bernama ekspetasi untuk membuat kita agar tetap bertahan hidup.
Ah sayang sekali, sepertinya aku
masih berada di dalam ruang candu. Tentu bukan ekspetasi, hanya candu yang
menyebabkan ketersesatan. Candu tanpa merk dagang.. Tapi sayangnya aku sudah
semakin tinggi, tidak lagi terkejar dan hanya menunggu kapan waktu yang tepat
untuk terjun bebas menuju palung terdalam kehidupan… Untuk yang kesekian
kalinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar