Sebuah peradaban kah? Apa untuk
kesekian kalinya kita harus membicarakan peradaban? Sepertinya tidak. Aku hanya
tersesat, dan lupa bagaimana cara menikmatinya. Mungkin saja aku sudah mulai
jenuh, maka hal baru apa yang harus aku lakukan? Cara hidup yang seperti apa?
Hidup yang bagaimana? Padahal aku tidak perlu pusing-pusing untuk
memikirkannya. Aku sangat menunggu, hari dimana aku akan jenuh dengan pikiranku
sendiri, kemudian aku tinggal menjalani kehidupan ini seperti manusia pada
umumnya. Menjadi yang seragam, menjadi yang terikat oleh nilai, menjadi yang
fana, menjadi yang sebenarnya tidak pernah menjadi, menjadi seperti apa yang
tidak pernah aku inginkan.
Entah sampai kapan aku akan
berbicara tentang waktu, angin kehidupan, kritik terhadap kopi peradaban dan
sebagainya. Sebenarnya, aku hanya tidak tahu bagaimana cara menjalani hidup,
bukan untuk menjadi yang baik atau jahat, bukan menjadi yang terdepan atau
terbelakang, bukan menjadi yang terlihat atau terbenam, hanya menjadi yang
hidup dan seperti yang dikehendaki oleh semesta. Sedangkan sampai saat ini
semesta tak kunjung memberikan kabar, padahal sudah kulewatkan lima pekan
dengan ketidaktenangan dan kegelisahan tak bertuan ini. Aku merindukan tenang,
Aku merindukan pergulatanku dengan sisi lain dari kehidupanku,Aku rindu
terjebak di dalam rasionalitas tak berbatas, Aku merindukan rindu.
Aku juga tidak pernah mengerti
kenapa aku mulai menulis, untuk sesuatu yang sebenarnya tidak akan pernah ada
harganya, untuk sesuatu yang bahkan tidak akan pernah bisa dimengerti, untuk
sesuatu yang mengalir seperti hal nya darah, untuk sesuatu yang pada akhirnya
hanya menjadi ketiadaan, lalu dilupakan.
Ah sampai dimana aku tadi? Maaf, tadi
ada sedikit ketertarikan eksistensialis. Apakah akan kita lanjutkan? Sepertinya
tidak, mari cukupkan sampai disini. Sayang sekali, kalian harus membaca tulisan
ini. Tulisan sia-sia yang sama seperti halnya kehidupan kita kelak, diakhir
penantian bernama kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar